Priyantono Oemar

Namanya Andi Sahrandi. Sudah 80 tahun pada 31 Desember 2024. Pada 1998 ia memilih mengundurkan diri dari posisinya sebagai managing director di grup usaha Bakrie untuk bergabung dengan mahasiswa dalam menggulingkan Soeharto. Ketika itu, ia dipercaya menjadi “panglima lapangan” Kelompok Jenggala—kelompok eks aktivis ‘66 di lingkaran dalam pengusaha Arifin Panigoro. Ia bertugas untuk berurusan dengan mahasiswa.
Selama perjuangan reformasi, rumahnya menjadi markas mahasiswa dan aktivis. Beranda belakang dengan halamannya yang luas merupakan tempat bercengkerama bagi semua kalangan sampai hari ini. Kisah-kisah di buku ini sebagian besar diceritakan Andi kepada Priyantono Oemar di beranda belakang rumahnya itu. Kisah tentang prinsip hidup, komitmen, kejujuran, dan sebagainya dalam memperjuangkan Indonesia menjadi lebih baik.
Ketika para sahabatnya masuk partai politik setelah reformasi, Andi memilih terjun ke kegiatan sosial di Jabodetabek, hingga akhirnya terjadi bencana tsunami di Aceh. Aceh menjadi tempat aksi kemanusiaan terbesar yang dikomandoi Andi. Aksi kemanusiaan yang hingga kini masih dilakoni Andi bersama Posko Jenggala, yayasan kemanusiaan yang didirikan bersama Arifin Panigoro, Hadi Basalamah, dan Barayani Muskita. Ia juga melakukan kegiatan kemanusiaan bersama Bakrie untuk Negeri.
Hingga kini, ketika Indonesia sedang tidak baik-baik saja, ia masih mendampingi mahasiswa dan terjun langsung ke lokasi-lokasi bencana alam.