Mengunci Ingatan: Biografi dan Catatan Kenangan Yudhistira ANM Massardi

Sebagai seorang penyair, Yudhistira ANM Massardi (28 Februari 1954—2 April 2024) pernah menjadi pusat perhatian di era 1970-an. Namanya muncul dalam polemik berminggu-minggu pada suratkabar dan majalah di ibukota gara-gara buku puisinya, Sajak Sikat Gigi. Buku puisi itu terpilih sebagai salah satu dari empat buku puisi pemenang penghargaan bergengsi yang diumumkan Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) di 1978. Ketiga buku puisi lainnya adalah karya para raksasa sastra ketika itu: Sitor Situmorang, Sutardji Calzoum Bachri, dan Abdul Hadi WM. Ketiganya, para raksasa sastra itu, agaknya tidak sudi disejajarkan dengan Yudhis dan menolak keputusan juri DKJ yang terdiri dari Dodong Djiwapardja, Toety Heraty Noerhadi, dan Goenawan Mohamad.

Belakangan terungkap kesalahan administrasi panitia bahwa buku Sajak Sikat Gigi tidak berhak masuk dalam penjurian karena diterbitkan di tahun 1978. Sedangkan kontes itu hanya untuk buku-buku puisi yang terbit di tahun 1977. Maka, penghargaan untuk Yudhis dibatalkan. Namun peristiwa itulah yang membuka jalan kepenyairannya.

Selain cerita tersebut, buku ini mengunci ingatan kita tentang hidup dan karya seorang Yudhistira ANM Massardi. Di masa remaja, apa yang ia bayangkan ketika berkeliaran di Malioboro, Yogyakarta pada malam hari? Selain kisah Mas Yudhis di dunia sastra, teater, dan dunia jurnalistik, buku ini juga menceritakan masa dua dasawarsa terakhir hidupnya mendirikan sekolah untuk kaum dhuafa bersama isterinya, Siska Yudhistira Massardi.

“Mengenang Yudhistira seperti merasakan usia yang hilang. Prosa dan puisi Yudhis, setidaknya sampai awal tahun 2020-an, memantulkan sesuatu yang langka dalam sastra Indonesia umumnya.”
Goenawan Mohamad